From 1000 goto 2000


Pandangan Islam Tentang Pacaran

ISLAM kok PACARAN
oleh Aliman Syahrani

Soal pacaran di zaman sekarang tampaknya menjadi gejala umum di kalangan kawula muda. Barangkali fenomena ini sebagai akibat dari pengaruh kisah-kisah percintaan dalam roman, novel, film dan syair lagu. Sehingga terkesan bahwa hidup di masa remaja memang harus ditaburi dengan bunga-bunga percintaan, kisah-kisah asmara, harus ada pasangan tetap sebagai tempat untuk bertukar cerita dan berbagi rasa.

Selama ini tempaknya belum ada pengertian baku tentang pacaran. Namun setidak-tidaknya di dalamnya akan ada suatu bentuk pergaulan antara laki-laki dan wanita tanpa nikah.

Kalau ditinjau lebih jauh sebenarnya pacaran menjadi bagian dari kultur Barat. Sebab biasanya masyarakat Barat mensahkan adanya fase-fase hubungan hetero seksual dalam kehidupan manusia sebelum menikah seperti puppy love (cinta monyet), datang (kencan), going steady (pacaran), dan engagement (tunangan).

Bagaimanapun mereka yang berpacaran, jika kebebasan seksual da lam pacaran diartikan sebagai hubungan suami-istri, maka dengan tegas mereka menolak. Namun, tidaklah demikian jika diartikan sebagai ungkapan rasa kasih sayang dan cinta, sebagai alat untuk memilih pasangan hidup. Akan tetapi kenyataannya, orang berpacaran akan sulit segi mudharatnya ketimbang maslahatnya. Satu contoh : orang berpacaran cenderung mengenang dianya. Waktu luangnya (misalnya bagi mahasiswa) banyak terisi hal-hal semacam melamun atau berfantasi. Amanah untuk belajar terkurangi atau bahkan terbengkalai. Biasanya mahasiswa masih mendapat kiriman dari orang tua. Apakah uang kiriman untuk hidup dan membeli buku tidak terserap untuk pacaran itu ?

Atas dasar itulah ulama memandang, bahwa pacaran model begini adalah kedhaliman atas amanah orang tua. Secara sosio kultural di kalangan masyarakat agamis, pacaran akan mengundang fitnah, bahkan tergolong naif. Mau tidak mau, orang yang berpacaran sedikit demi sedikit akan terkikis peresapan ke-Islam-an dalam hatinya, bahkan bisa mengakibatkan kehancuran moral dan akhlak. Na’udzubillah min dzalik !

Sudah banyak gambaran kehancuran moral akibat pacaran, atau pergaulan bebas yang telah terjadi akibat science dan peradaban modern (westernisasi). Islam sendiri sebagai penyempurnaan dien-dien tidak kalah canggihnya memberi penjelasan mengenai berpacaran. Pacaran menurut Islam diidentikkan sebagai apa yang dilontarkan Rasulullah SAW : “Apabila seorang di antara kamu meminang seorang wanita, andaikata dia dapat melihat wanita yang akan dipinangnya, maka lihatlah.” (HR Ahmad dan Abu Daud).

Namun Islam juga, jelas-jelas menyatakan bahwa berpacaran bukan jalan yang diridhai Allah, karena banyak segi mudharatnya. Setiap orang yang berpacaran cenderung untuk bertemu, duduk, pergi bergaul berdua. Ini jelas pelanggaran syari’at ! Terhadap larangan melihat atau bergaul bukan muhrim atau bukan istrinya. Sebagaimana yang tercantum dalam HR Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas yang artinya: “Janganlah salah seorang di antara kamu bersepi-sepi (berkhalwat) dengan seorang wanita, kecuali bersama dengan muhrimnya.” Tabrani dan Al-Hakim dari Hudzaifah juga meriwayatkan dalam hadits yang lain: “Lirikan mata merupakan anak panah yang beracun dari setan, barang siapa meninggalkan karena takut kepada-Ku, maka Aku akan menggantikannya dengan iman sempurna hingga ia dapat merasakan arti kemanisannya dalam hati.”

Tapi mungkin juga ada di antara mereka yang mencoba “berdalih” dengan mengemukakan argumen berdasar kepada sebuah hadits Nabi SAW yang diriwayatkan Imam Abu Daud berikut : “Barang siapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, atawa memberi karena Allah, dan tidak mau memberi karena Allah, maka sungguh orang itu telah menyempurnakan imannya.” Tarohlah mereka itu adalah orang-orang yang mempunyai tali iman yang kokoh, yang nggak bakalan terjerumus (terlalu) jauh dalam mengarungi “dunia berpacaran” mereka. Tapi kita juga berhak bertanya : sejauh manakah mereka dapat mengendalikan kemudi “perahu pacaran” itu ? Dan jika kita kembalikan lagi kepada hadits yang telah mereka kemukakan itu, bahwa barang siapa yang mencintai karena Allah adalah salah satu aspek penyempurna keimanan seseorang, lalu benarkah mereka itu mencintai satu sama lainnya benar-benar karena Allah ? Dan bagaimana mereka merealisasikan “mencintai karena Allah” tersebut ? Kalau (misalnya) ada acara bonceng-boncengan, dua-duaan, atau bahkan sampai buka aurat (dalam arti semestinya selain wajah dan dua tapak tangan) bagi si cewek, atau yang lain-lainnya, apakah itu bisa dikategorikan sebagai “mencintai karena Allah ?” Jawabnya jelas tidak !

Dalam kaitan ini peran orang tua sangat penting dalam mengawasi pergaulan anak-anaknya terutama yang lebih menjurus kepada pergaulan dengan lain jenis. Adalah suatu keteledoran jika orang tua membiarkan anak-anaknya bergaul bebas dengan bukan muhrimnya. Oleh karena itu sikap yang bijak bagi orang tua kalau melihat anaknya sudah saatnya untuk menikah, adalah segera saja laksanakan.

Sumber

1.  http://www.indomedia.com/bpost/012000/24/opini/resensi.htm

2.  http://dvallen.blogspot.com/


Anak Muda Pacaran, Hanya Lihat Sisi Senangnya Saja

SEMARANG, SABTU – Seorang psikolog dari Semarang menyatakan, rata-rata anak muda di Indonesia dalam berpacaran hanya melihat sisi kesenangannya saja, dan tidak melihat sisi lainnya.

“Di kalangan anak muda, rata-rata mereka berpacaran sering tidak melihat sisi lainnya, yang dilihat hanya kesenangan semata. Selain itu banyak anak muda ketika berpacaran sering termakan oleh kata cinta, padahal pacaran yang sehat itu tidak hanya berdasar pada cinta semata,”  kata dr. Hastaning Sakti, psikolog dari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang di Semarang, Sabtu.

Hasta, begitu panggilan akrabnya, mengatakan hal tersebut saat menjadi pembicara dalam Road Show Diponegoro Care Centre (DCC) di kampus Psikologi Undip. Pada kesempatan ini Ia juga mengeluhkan dalam berpacaran anak muda saat ini sering menjurus pada hubungan seks di luar nikah yang berakibat pada kehamilan yang tidak diinginkan.

Selain itu, ia menambahkan, sebaiknya anak muda harus melihat dampak buruknya akibat melakukan hubungan seks bebas, seperti terjangkit HIV/AIDS, kehamilan, keguguran, dan dampak psikologi lainnya. “Jadi, kalau menilai pacar jangan hanya dari sisi baiknya saja, harus dilihat  dari semua sisi, termasuk jangan melakukan hubungan hubungan seks di luar nikah,” katanya mengingatkan.

“Saat ini banyak sekali kasus aborsi karena hamil di luar nikah. Hal ini, disebabkan karena hubungan pacaran yang tidak sehat,” demikian Hasta. Road show yang diselenggarakan DCC ini juga mengangkat masalah kesehatan reproduksi serta kekerasan dalam pacaran.

Menurut Nuno, ketua panitia acara, kegiatan ini mengangkat masalah-masalah yang sering dihadapi oleh kalangan remaja seperti aborsi, kekerasan dalam pacaran, dan kehamilan yang tidak diinginkan, serta narkoba.

“Sebenarnya acara-acara sejenis sudah banyak diselenggarakan baik di sekolah, kampus, maupun masyarakat, tapi kami optimis acara ini akan berpengaruh besar bagi pesertanya karena dalam acara ini peserta diajak diskusi dan tukar pendapat,” katanya.

Acara DCC di Fakultas Psikologi ini adalah putaran pertama dari keseluruhan acara yang rencananya juga diadakan di semua fakultas di Universitas Diponegoro. “Kami rencananya akan menggelar road show di semua fakultas di Undip, untuk kegiatan di luar bulan-bulan kemarin kami sudah mengadakan di Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Banten, dan Jawa Barat,” kata Nuno.

Sumber :

1. http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/29/22032486/anak.muda.pacaran.hanya.lihat.sisi.senangnya.saja


KENAKALAN REMAJA SEBAGAI PERILAKU MENYIMPANG HUBUNGANNYA DENGAN KEBERFUNGSIAN SOSIAL KELUARGA

KENAKALAN REMAJA SEBAGAI PERILAKU MENYIMPANG HUBUNGANNYA DENGAN KEBERFUNGSIAN SOSIAL KELUARGA

Kasus Di Pondok Pinang Pinggiran Kota Metropolitan Jakarta

Masngudin HMS

Abstrak

Masalah sosial yang dikategorikan dalam perilaku menyimpang diantaranya adalah kenakalan remaja. Untuk mengetahui tentang latar belakang kenakalan remaja dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu pendekatan individual dan pendekatan sistem. Dalam pendekatan individual, individu sebagai satuan pengamatan sekaligus sumber masalah. Untuk pendekatan sistem, individu sebagai satuan pengamatan sedangkan sistem sebagai sumber masalah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa ternyata ada hubungan negative antara kenakalan remaja dengan keberfungsian keluarga. Artinya semakin meningkatnya keberfungsian sosial sebuah keluarga dalam melaksanakan tugas kehidupan, peranan, dan fungsinya maka akan semakin rendah tingkat kenakalan anak-anaknya atau kualitas kenakalannya semakin rendah. Di samping itu penggunaan waktu luang yang tidak terarah merupakan sebab yang sangat dominan bagi remaja untuk melakukan perilaku menyimpang.

I. PENDAHULUAN

Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma social yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui jalur tersebut berarti telah menyimpang.

Untuk mengetahui latar belakang perilaku menyimpang perlu membedakan adanya perilaku menyimpang yang tidak disengaja dan yang disengaja, diantaranya karena si pelaku kurang memahami aturan-aturan yang ada. Sedangkan perilaku yang menyimpang yang disengaja, bukan karena si pelaku tidak mengetahui aturan. Hal yang relevan untuk memahami bentuk perilaku tersebut, adalah mengapa seseorang melakukan penyimpangan, sedangkan ia tahu apa yang dilakukan melanggar aturan. Becker (dalam Soerjono Soekanto,1988,26), mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk mengasumsikan hanya mereka yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat demikian. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi tertentu, tetapi mengapa pada kebanyakan orang tidak menjadi kenyataan yang berwujud penyimpangan, sebab orang dianggap normal biasanya dapat menahan diri dari dorongan-dorongan untuk menyimpang.

Masalah sosial perilaku menyimpang dalam tulisan tentang “Kenakalan Remaja” bisa melalui pendekatan individual dan pendekatan sistem. Dalam pendekatan individual melalui pandangan sosialisasi. Berdasarkan pandangan sosialisasi, perilaku akan diidentifikasi sebagai masalah sosial apabila ia tidak berhasil dalam melewati belajar sosial (sosialisasi). Tentang perilaku disorder di kalangan anak dan remaja (Kauffman , 1989 : 6) mengemukakan bahwa perilaku menyimpang juga dapat dilihat sebagai perwujudan dari konteks sosial. Perilaku disorder tidak dapat dilihat secara sederhana sebagai tindakan yang tidak layak, melainkan lebih dari itu harus dilihat sebagai hasil interaksi dari transaksi yang tidak benar antara seseorang dengan lingkungan sosialnya. Ketidak berhasilan belajar sosial atau “kesalahan” dalam berinteraksi dari transaksi sosial tersebut dapat termanifestasikan dalam beberapa hal.

Proses sosialisasi terjadi dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi sosial dengan menggunakan media atau lingkungan sosial tertentu. Oleh sebab itu, kondisi kehidupan lingkungan tersebut akan sangat mewarnai dan mempengaruhi input dan pengetahuan yang diserap. Salah satu variasi dari teori yang menjelaskan kriminalitas di daerah perkotaan, bahwa beberapa tempat di kota mempunyai sifat yang kondusif bagi tindakan kriminal oleh karena lokasi tersebut mempunyai karakteristik tertentu, misalnya (Eitzen, 1986 : 400), mengatakan tingkat kriminalitas yang tinggi dalam masyarakat kota pada umumnya berada pada bagian wilayah kota yang miskin, dampak kondisi perumahan di bawah standar, overcrowding, derajat kesehatan rendah dari kondisi serta komposisi penduduk yang tidak stabil. Penelitian inipun dilakukan di daerah pinggiran kota yaitu di Pondok Pinang Jakarta Selatan tampak ciri-ciri seperti disebutkan Eitzen diatas. Sutherland dalam (Eitzen,1986) beranggapan bahwa seorang belajar untuk menjadi kriminal melalui interaksi. Apabila lingkungan interaksi cenderung devian, maka seseorang akan mempunyai kemungkinan besar untuk belajar tentang teknik dan nilai-nilai devian yang pada gilirannya akan memungkinkan untuk menumbuhkan tindakan kriminal.

Mengenai pendekatan sistem, yaitu perilaku individu sebagai masalah sosial yang bersumber dari sistem sosial terutama dalam pandangan disorganisasi sosial sebagai sumber masalah. Dikatakan oleh (Eitzen, 1986:10) bahwa seorang dapat menjadi buruk/jelek oleh karena hidup dalam lingkungan masyarakat yang buruk. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada umumnya pada masyarakat yang mengalami gejala disorganisasi sosial, norma dan nilai sosial menjadi kehilangan kekuatan mengikat. Dengan demikian kontrol sosial menjadi lemah, sehingga memungkinkan terjadinya berbagai bentuk penyimpangan perilaku. Di dalam masyarakat yang disorganisasi sosial, seringkali yang terjadi bukan sekedar ketidak pastian dan surutnya kekuatan mengikat norma sosial, tetapi lebih dari itu, perilaku menyimpang karena tidak memperoleh sanksi sosial kemudian dianggap sebagai yang biasa dan wajar.

II. TUJUAN PENELITIAN

1. Mengidentifkasi dan memberikan gambaran bentuk-bentuk kenakalan yang dilakukan remaja di pinggiran kota metropolitan Jakarta, yaitu di kelurahan

Pondok Pinang.

2. Untuk mengetahui hubungaanan aaantara kenakalan remaja dengan keberfungsian sosial keluarga

3. Penelitian ini ingin memberikan sumbangan bagi pemecahan masalah kenakalan remaja dengan memanfaatkan keluarga sebagai basis dalam pemecahan masalah.

III. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Pemilihan metode ini karena penelitian yang dilakukan ingin mempelajari masalah-masalah dalam suatu masyarakat, juga hubungan antar fenomena, dan membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian yang ada.

Cara pemilihan sampel yang dilakukan pertama memilih wilayah yang mempunyai kategori miskin, dengan cara melihat kondisi mereka yang perumahannya di bawah standar, dengan kondisi penduduk yang sangat padat, lingkungan yang tidak teratur dan perkiraan tingkat kesehatan masyarakatnya yang buruk. Setelah itu konsultasi dengan ketua RW dan ketua-ketua RT untuk mencari informasi tentang warganya yang dianggap telah melakukan kenakalan, dengan perspektif labeling. Dari informasi tersebut data pada tiga RT. Berdasarkan data tersebut kita jadikan populasi dengan jumlah 40 remaja dan keluarga yang akan dijadikan unit dalam analisis. Dari jumlah tersebut dibuat listing dan tiap RT diambil 10 sampel (remaja dan keluarga) sehingga mendapat 30 responden. Pengambilan sample ini dengan cara random.Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dipandu dengan daftar pertanyaan.

Responden remaja dalam penelitian ini ditentukan bagi mereka yang berusia 13 tahun-21 tahun. Mengingat pengertian anak dalam Undang-undang no 4 tahun 1979 anak adalah mereka yang berumur sampai 21 tahun. Dengan pertimbangan pada usia tersebut, terdapat berbagai masalah dan krisis diantaranya; krisis identitas, kecanduan narkotik, kenakalan, tidak dapat menyesuaikan diri di sekolah, konflik mental dan terlibat kejahatan (lihat transaksi individu-individu dan keluarga-keluarga dengan sistem kesejahteraan sosial).

IV. KERANGKA KONSEP

  1. Konsep Kenakalan Remaja

Pada dasarnya kenakalan remaja menunjuk pada suatu bentuk perilaku remaja yang tidak sesuai dengan norma-norma yang hidup di dalam masyarakatnya. Kartini Kartono (1988 : 93) mengatakan remaja yang nakal itu disebut pula sebagai anak cacat sosial. Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada ditengah masyarakat, sehingga perilaku mereka dinilai oleh masyarakat sebagai suatu kelainan dan disebut “kenakalan”. Dalam Bakolak inpres no: 6 / 1977 buku pedoman 8, dikatakan bahwa kenakalan remaja adalah kelainan tingkah laku / tindakan remaja yang bersifat anti sosial, melanggar norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat.

Singgih D. Gumarso (1988 : 19), mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu : (1) kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diantar dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum ; (2) kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bila dilakukan orang dewasa. Menurut bentuknya, Sunarwiyati S (1985) membagi kenakalan remaja kedalam tiga tingkatan ; (1) kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit (2) kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai mobil tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin (3) kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar nikah, pemerkosaan dll. Kategori di atas yang dijadikan ukuran kenakalan remaja dalam penelitian.

Tentang normal tidaknya perilaku kenakalan atau perilaku menyimpang, pernah dijelaskan dalam pemikiran Emile Durkheim (dalam Soerjono Soekanto, 1985 : 73). Bahwa perilaku menyimpang atau jahat kalau dalam batas-batas tertentu dianggap sebagai fakta sosial yang normal dalam bukunya “ Rules of Sociological Method” dalam batas-batas tertentu kenakalan adalah normal karena tidak mungkin menghapusnya secara tuntas, dengan demikian perilaku dikatakan normal sejauh perilaku tersebut tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat, perilaku tersebut terjadi dalam batas-batas tertentu dan melihat pada sesuatu perbuatan yang tidak disengaja. Jadi kebalikan dari perilaku yang dianggap normal yaitu perilaku nakal/jahat yaitu perilaku yang disengaja meninggalkan keresahan pada masyarakat.

  1. Keberfungsian sosial

Istilah keberfungsian sosial mengacu pada cara-cara yang dipakai oleh individu akan kolektivitas seperti keluarga dalam bertingkah laku agar dapat melaksanakan tugas-tugas kehidupannya serta dapat memenuhi kebutuhannya. Juga dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dianggap penting dan pokok bagi penampilan beberapa peranan sosial tertentu yang harus dilaksanakan oleh setiap individu sebagai konsekuensi dari keanggotaannya dalam masyarakat. Penampilan dianggap efektif diantarannya jika suatu keluarga mampu melaksanakan tugas-tugasnya, menurut (Achlis, 1992) keberfungsian sosial adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas dan peranannya selama berinteraksi dalam situasi social tertentu berupa adanya rintangan dan hambatan dalam mewujudkan nilai dirinnya mencapai kebutuhan hidupnya.

Keberfungsian sosial kelurga mengandung pengertian pertukaran dan kesinambungan, serta adaptasi resprokal antara keluarga dengan anggotannya, dengan lingkungannya, dan dengan tetangganya dll. Kemampuan berfungsi social secara positif dan adaptif bagi sebuah keluarga salah satunnya jika berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, peranan dan fungsinya terutama dalam sosialisasi terhadap anggota keluarganya.

V. HASIL PENELITAN

A. Bentuk Kenakalan Yang Dilakukan Responden

Berdasarkan data di lapangan dapat disajikan hasil penelitian tentang kenakalan remaja sebagai salah satu perilaku menyimpang hubungannya dengan keberfungsian sosial keluarga di Pondok Pinang pinggiran kota metropolitan Jakarta. Adapun ukuran yang digunakan untuk mengetahui kenakalan seperti yang disebutkan dalam kerangka konsep yaitu (1) kenakalan biasa (2) Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan dan (3) Kenakalan Khusus. Responden dalam penelitian ini berjumlah 30 responden, dengan jenis kelamin laki-laki 27 responden, dan perempuan 3 responden. Mereka berumur antara 13 tahun-21 tahun. Terbanyak mereka yang berumur antara 18 tahun-21 tahun.

Bentuk Kenakalan Remaja Yang Dilakukan Responden (n=30)

Bentuk Kenakalan

f

%

1. Berbohong

2. Pergi keluar rumah tanpa pamit

3. Keluyuran

4. Begadang

5. membolos sekolah

6. Berkelahi dengan teman

7. Berkelahi antar sekolah

8. Buang sampah sembarangan

9. membaca buku porno

10. melihat gambar porno

11. menontin film porno

12. Mengendarai kendaraan bermotor tanpa SIM

13. Kebut-kebutan/mengebut

14. Minum-minuman keras

15. Kumpul kebo

16. Hubungan sex diluar nikah

17. Mencuri

18. Mencopet

19. Menodong

20. Menggugurkan Kandungan

21. Memperkosa

22. Berjudi

23. Menyalahgunakan narkotika

24. Membunuh

30

30

28

26

7

17

2

10

5

7

5

21

19

25

5

12

14

8

3

2

1

10

22

1

100

100

93,3

98,7

23,3

56,7

6,7

33,3

16,7

23,3

16,7

70,0

63,3

83,3

16,7

40,0

46,7

26,7

10,0

6,7

3,3

33,3

73,3

3,3

Bahwa seluruh responden pernah melakukan kenakalan, terutama pada tingkat kenakalan biasa seperti berbohong, pergi ke luar rumah tanpa pamit pada orang tuanya, keluyuran, berkelahi dengan teman, membuang sampah sembarangan dan jenis kenakalan biasa lainnya. Pada tingkat kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai kendaraan tanpa SIM, kebut-kebutan, mencuri,minum-minuman keras, juga cukup banyak dilakukan oleh responden. Bahkan pada kenakalan khususpun banyak dilakukan oleh responden seperti hubungan seks di luar nikah, menyalahgunakan narkotika, kasus pembunuhan, pemerkosaan, serta menggugurkan kandungan walaupun kecil persentasenya. Terdapat cukup banyak dari mereka yangkumpul kebo. Keadaan yang demikian cukup memprihatinkan. Kalau hal ini tidak segera ditanggulangi akan membahayakan baik bagi pelaku, keluarga, maupun masyarakat. Karena dapat menimbulkan masalah sosial di kemudian hari yang semakin kompleks.

B. Hubungan Antara Variabel Independen dan Dependen

    1. Hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kenakalan

Salah satu hubungan variabel yang disajikan disini adalah hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kenakalan. Hal ini untuk mengetahui apakah anak laki-laki lebih nakal dari anak perempuan atau probalitasnya sama. Berdasarkan tabel hubungan diperoleh data sebagai berikut; Anak laki-laki yang melakukan kenakalan biasa 3 responden (10%), kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan 2 responden, dan kenakalan khusus 22 responden (73,3%). Sedangkan anak perempuan yang melakukan kenakalan biasa 2 responden (2,7%) dan kenakalan khusus 1 responden (3,3%). Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar yang melakukan kenakalan khusus adalah anak laki-laki (73,3%), namun terdapat juga anak perempuannya. Kalau dibandingkan diantara 27 responden anak laki-laki 22 responden (81,5%) diantaranya melakukan kenakalan khusus, sedangkan dari 3 responden perempuan 1 responden (33,3%) yang melakukan kenakalan khusus, berarti probababilitas anak laki-laki lebih besar kecenderungannya untuk melakukan kenakalan khusus. Demikian juga yang melakukan kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan, anak perempuan tidak ada yang melakukannya. Dengan demikian maka anak laki-laki kecenderungannya akan melakukan kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan lebih dibandingkan dengan anak perempuan.

    1. Hubungan antara pekerjaan responden dengan tingkat kenakalan yang dilakukan

Berdasarkan data yang ada, pekerjaan responden adalah sebagai pelajar dan tidak bekerja (menganggur) masing-masing 13 responden (43,3%), sebagai buruh dan berdagang masing-masing 2 responden (6,7%). Dari tabel korelasi persebaran datanya sebagai berikut; Pelajar yang melakukan kenakalan biasa 5 responden (16,7%), kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan 2 responden (6,7%), dan kenakalan khusus 6 responden (20%) . Sedangkan mereka yang tidak bekerja (menganggur) semuanya 13 responden melakukan kenakalan khusus, juga mereka yang bekerja sebagai pedagang dan buruh semuanya melakukan kenakalan khusus. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kecenderungan untuk melakukan kenakalan khusus ataupun jenis kenakalan lainnya adalah mereka yang tidak sibuk, atau banyak waktu luang yang tidak dimanfaatkan untuk kegiatan positif.

2. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kenakalan yang dilakukan

Seharusnya semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin rendah melakukan kenakalan. Sebab dengan pendidikan yang semakin tinggi, nalarnya semakin baik. Artinya mereka tahu aturan-aturan ataupun norma sosial mana yang seharusnya tidak boleh dilanggar. Atau mereka tahu rambu-rambu mana yang harus dihindari dan mana yang harus dikerjakan. Tetapi dalam kenyataannya tidak demikian. Mereka yang tamat SLTA justru yang paling banyak melakukan tindak kenakalan 17 responden (56,7%) yang berarti separoh lebih, dengan terbanyak 12 responden (40%) melakukan kenakalan khusus, 2 responden (6,7%) melakukan kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan, dan 4 responden (13,3%) melakukan kenakalan biasa. Demikian juga mereka yang pendidikan terakhirnya SLTP, dari 12 responden, 11 responden (36,7%) melakukan kenakalan khusus. Sedang mereka yang hanya tamat SD 1 responden juga melakukan kenakalan khusus. Dengan demikian maka tidak ada hubungan antara tingkatan pendidikan dengan kenakalan yang dilakukan, artinya semakin tinggi pendidikannya tidak bisa dijamin untuk tidak melakukan kenakalan. Artinya di lokasi penelitian kenakalan remaja yang dilakukan bukan karena rendahnya tingkat pendidikan mereka, karena disemua tingkat pendidikan dari SD sampai dengan SLTA proporsi untuk melakukan kenakalan sama kesempatannya. Dengan demikian faktor yang kuat adalah seperti yang disebutkan di atas, yaitu adanya waktu luang yang tidak dimanfaatkan untuk kegiatan positif, dan adanya pengaruh buruk dalam sosialisasi dengan teman bermainnya atau faktor lingkungan sosial yang besar pengaruhnya.

C. Hubungan Antara Kenakalan Remaja Dengan Keberfungsian Sosial Keluarga

Dalam kerangka konsep telah diuraikan tentang keberfungsian sosial keluarga, diantaranya adalah kemampuan berfungsi sosial secara positif dan adaptif bagi keluarga yaitu jika berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, peranan, dan fungsinya serta mampu memenuhi kebutuhannya.

1. Hubungan antara pekerjaan orang tuanya dengan tingkat kenakalan

Untuk mengetahui apakah kenakalan juga ada hubungannya dengan pekerjaan orangtuanya, artinya tingkat pemenuhan kebutuhan hidup. Karena pekerjaan orangtua dapat dijadikan ukuran kemampuan ekonomi, guna memenuhi kebutuhan keluarganya. Hal ini perlu diketahui karena dalam keberfungsian sosial, salah satunya adalah mampu memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan data yang ada mereka yang pekerjaan oangtuanya sebagai pegawai negeri 5 responden (16,7%), berdagang 4 responden (13,3%), buruh 5 responden (16,6%), tukang kayu 2 responden (6,7%), montir/sopir 6 responden (20%), wiraswasta 5 responden (16,6%), dan pensiunan 1 responden (3,3%).

7

Dari tabel korelasi diketahui bahwa kecenderungan anak pegawai negeri walaupun melakukan kenakalan, namun pada tingkat kenakalan biasa. Lain halnya bagi mereka yang orang tuanya mempunyai pekerjaan dagang, buruh, montir/sopir, dan wiraswasta yang kecendrungannya melakukan kenakalan khusus. Hal ini berarti pekerjaan orang tua berhubungan dengan tingkat kenakalan yang dilakukan oleh anak-anaknya. Keadan yang demikian karena mungkin bagi pegawai negeri lebih memperhatikan anaknya untuk mencapai masa depan yang lebih baik, ataupun kedisiplinan yang diterapkan serta nilai-nilai yang disosisalisasikan lebih efektif. Sedang bagi mereka yang bukan pegawai negeri hanya sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, sehingga kurang ada perhatian pada sosialisasai penanaman nilai dan norma-norma sosial kepada anak-anaknya. Akibat dari semua itu maka anak-anaknya lebih tersosisalisasi oleh kelompoknya yang kurang mengarahkan pada kehidupan yang normative.

2. Hubungan antara keutuhan keluarga dengan tingkat kenakalan

Secara teoritis keutuhan keluarga dapat berpengaruh terhadap kenakalan remaja. Artinya banyak terdapat anak-anak remaja yang nakal datang dari keluarga yang tidak utuh, baik dilihat dari struktur keluarga maupun dalam interaksinya di keluarga

.

Dilihat dari keutuhan struktur keluarga, 21 responden (70%) dari keluarga utuh, dan 9 responden dari keluarga tidak utuh. Berdasarkan data pada tabel korelasi ternyata struktur keluarga ketidak utuhan struktur keluarga bukan jaminan bagi anaknya untuk melakukan kenakalan, terutama kenakalan khusus. Karena ternyata mereka yang berasal dari keluarga utuh justru lebih banyak yang melakukan kenakalan khusus.

Namun jika dilihat dari keutuhan dalam interaksi, terlihat jelas bahwa mereka yang melakukan kenakalan khusus berasal dari keluarga yang interaksinya kurang dan tidak serasi sebesar 76,6%. Perlu diketahui bahwa keluarga yang interaksinya serasi berjumlah 3 responden (10%), sedangkan yang interaksinya kurang serasi 14 responden (46,7%), dan yang tidak serasi 13 responden (43,3%). Jadi ketidak berfungsian keluarga untuk menciptakan keserasian dalaam interaksi mempunyai kecenderungan anak remajanya melakukan kenakalan. Artinya semakin tidak serasi hubungan atau interaksi dalam keluarga tersebut tingkat kenakalan yang dilakukan semakin berat, yaitu pada kenakalan khusus.

3. Hubungan antara kehidupan beragama keluarganya dengan tingkat kenakalan

Kehidupan beragama kelurga juga dijadikan salah satu ukuran untuk melihat keberfungsian sosial keluarga. Sebab dalam konsep keberfungsian juga dilihat dari segi rokhani. Sebab keluarga yang menjalankan kewajiban agama secara baik, berarti mereka akan menanamkan nilai-nilai dan norma yang baik. Artinya secara teoritis bagi keluarga yang menjalankan kewajiban agamanya secara baik, maka anak-anaknyapun akan melakukan hal-hal yang baik sesuai dengan norma agama. Berdasarkan data yang ada mereka yang keluarganya taat beragama 6 responden (20%), kurang taat beragama 15 responden (50%), dan tidak taat beragama 9 responden (30%). Dari tabel korelasi diketahui 70% dari responden yang keluarganya kurang dan tidak taat beragama melakukan kenakalan khusus.

Dengan demikian ketaatan dan tidaknya beragama bagi keluarga sangat berhubungan dengan kenakalan yang dilakukan oleh anak-anaknya. Hal ini berarti bahwa bagi keluarga yang taat menjalankan kewajiban agamanya kecil kemungkinan anaknya melakukan kenakalan, baik kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan maupun kenakalan khusus, demikian juga sebaliknya.

4. Hubungan antara sikap orang tua dalam pendidikan anaknya dengan tingkat kenakalan

Salah satu sebab kenakalan yang disebutkan pada kerangka konsep di atas adalah sikap orang tua dalam mendidik anaknya. Mereka yang orang tuanya otoriter sebanyak 5 responden (16,6%), overprotection 3 responden (10%), kurang memperhatikan 12 responden (40%), dan tidak memperhatikan sama sekali 10 responden (33,4%). Dari tabel korelasi diperoleh data seluruh responden yang orang tuanya tidak memperhatikan sama sekali melakukan kenakalan khusus dan yang kurang memperhatikan 11 dari 12 responden melakukan kenakalan khusus. Dari kenyataan tersebut ternyata peranan keluarga dalam pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan anak.

5. Hubungan antara interaksi keluarga dengan lingkungannya dengan tingkat kenakalan

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat, oleh karena itu mau tidak mau harus berhubungan dengan lengkungan sosialnya. Adapun yang diharapkan dari hubungan tersebut adalah serasi, karena keserasian akan menciptakan kenyamanan dan ketenteraman. Apabila hal itu dapat diciptakan, hal itu meruapakan proses sosialisasi yang baik bagi anak-anaknya. Mereka yang berhubungan serasi dengan lingkungan sosialnya berjumlah 8 responden (26,6%), kurang serasi 12 responden (40%), dan tidak serasi 10 responden (33,4%). Dari data yang ada terlihat bagi keluarga yang kurang dan tidak serasi hubungannya dengan tetangga atau lingkungan sosialnya mempunyai kecenderungan anaknya melakukan kenakalan pada tingkat yang lebih berat yaitu kenakalan khusus. Keadaan tersebut dapat dilihat dari 23 responden yang melakukan kenakalan khusus 19 responden dari dari keluarga yang interaksinya dengan tetangga kurang atau tidak serasi.

6. Pernah tidaknya responden ditahan dan dihukum hubungannya dengan keutuhan struktur dan interaksi keluarga, serta ketaatan keluarga dalam menjalankan kewajiban beragama

Data tentang responden yang pernah ditahan berjumlah 15 responden, dari jumlah tersebut 3 responden (20%) karena kasus perkelaian, masing-masing 1 responden (6,7%) karena kasus penegeroyokan dan pembunuhan, 5 responden (33,3%) karena kasus obat terlarang (narkotika) dan 8 responden (53,3%) karena kasus pencurian.

Sedangkan responden yang pernah dihukum penjara berjumlah 10 responden dengan rincian 7 responden karena kasus pencurian, masing-masing 1 responden karena ksus pengeroyokan, pembunuhan, dan narkotika. Adapun lamanya mereka dihukum antara 1 bulan-3 tahun, dengan rincian sebagai berikut 4 responden (40%) dihukum penjara selama 1 bulan, 3 responden (30%) dihukum 3 bulan, masing-masing 1 responden (10%) dihukum 7 bulan, 2 tahun, dan 3 tahun . Dari responden yang pernah ditahan dan di hukum semuanya dari keluarga yang struktur keluarganya utuh, tetapi interaksinya kurang dan tidak serasi. Hal ini menunjukkan bahwa masalah interaksi dalam keluarga merupakan sebab utama seorang remaja sampai ditahan dan dihukum penjara. Sedangkan dari sudut ketaatan dalam menjalankan kewajiban agam bagi keluarganya masih terdapat 1 responden yang pernah ditahan dan dihukum karena kasus pencurian. Artinya bahwa ketaatan beragama dari keluarganya belum menjamin anaknya bebas dari kenakalan dan ditahan serta dihukum.

D. Analisis Hubungan Antara Keberfungsian Sosial Keluarga dengan Kenakalan

Remaja

Setelah dianalisis secara bivariat antara beberapa variabel, maka untuk melengkapinya dianalisis secara statistik dengan rumus product moment guna melihat keeratan hubungan tersebut. Berdasarkan tabel distribusi koefisiensi korelasi product moment diperoleh data sebagai berikut; nilai x = 510 y = 322 x2 = 9.010 y2 = 3.752 xy = 5.283 hasil perhitungan yang diperoleh = – 0,6022. Sedang nilai r yang diperoleh dalam tabel dengan taraf significansi 5%, dengan sampel 30 adalah 0,361 Berdasarkan data tersebut karena nilai r yang diperoleh dari hasil penelitian jauh dari batas significansi nilai r yang diperolehnya berarti ada hubungan negative antara keberfungsian keluarga dengan kenakalan remaja yang dilakukan. Artinya semakin tinggi tingkat berfungsi sosial keluarga, akan semakin rendah tingkat kenakalan remajanya, demikian sebaliknya semakin rendah keberfungsian sosial keluarga maka akan semakin tinggi tingkat kenakalan remajanya.

Dari uraian di atas bisa dilihat bahwa secara jenis kelamin terlihat remja pria lebih cenderung melakukan kenakalan pada tinglat khusus, walaupun demilikan juga remaja perempuan yang melakukan kenakalan khusus. Dari sudut pekerjaan atau kegiatan sehari-hari remaja ternyata yang menganggur mempunyai kecenderungan tinggi melakukan kenakalan khusus demikian juga mereka yang berdagang dan menjadi buruh juga tinggi kecenderungannya untuk melakukan kenakalan khusus. Pemenuhan kebutuhan keluarga juga berpengaruh pada tingkat kenakalan remajanya, artinya bagi keluarga yang tiap hari hanya berpikir untuk memenuhi kebutuhan keluarganya seperti yang orang tuanya bekerja sebagai buruh, tukang, supir dan sejenisnya ternyata anaknya kebanyakan melakukan kenakalan khusus. Demilian juga bagi keluarga yang interaksi sosialnya kurang dan tidak serasi anak-anaknya melakukan kenakalan khusus. Kehidupan beragama keluarga juga berpengaruh kepada tingkat kenakalan remajanya, artinya dari keluarga yang taat menjalankan agama anak-anaknya hanya melakukan kenakalan biasa, tetapi bagi keluarga yang kurang dan tidak taat menjalankan ibadahnya anak-anak mereka pada umumnya melakukan kenakalan khusus.Hal lain yang dapat dilihat bahwa sikap orang orang tua dalam sosialisasi terhadap anaknya juga sangat berpengaruh terhadap tingkat kenakalan yang dilakukan, dari data yang diperoleh bagi keluarga yang kurang dan masa bodoh dalam pendidikan (baca sosialisasi) terhadap anaknya maka umumnya anak mereka melakukan kenakalan khusus. Dan akhirnya keserasian hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosialnya juga berpengaruh pada kenakalan anak-anak mereka. Mereka yang hubungan sosialnya dengan lingkungan serasi anak-anaknya walaupun melakukan kenakalan tetapi pada tingkat kenakalan biasa, tetapi mereka yang kurang dan tidak serasi hubungan sosialnya dengan lingkungan anak-anaknya melakukan kenakalan khusus.

VI. Kesimpulan

Berdasarkan analisis di atas, ditemukan bahwa remaja yang memiliki waktu luang banyak seperti mereka yang tidak bekerja atau menganggur dan masih pelajar kemungkinannya lebih besar untuk melakukan kenakalan atau perilaku menyimpang. Demikian juga dari keluarga yang tingkat keberfungsian sosialnya rendah maka kemungkinan besar anaknya akan melakukan kenakalan pada tingkat yang lebih berat.Sebaliknya bagi keluarga yang tingkat keberfungsian sosialnya tinggi maka kemungkinan anak-anaknya melakukan kenakalan sangat kecil, apalagi kenakalan khusus. Dari analisis statistik (kuantitatif) maupun kualitatif dapat ditarik kesimpulan umum bahwa ada hubungan negatif antara keberfungsian sosial keluarga dengan kenakalan remaja, artinya bahwa semakin tinggi keberfungsian social keluarga akan semakin rendah kenakalan yang dilakukan oleh remaja. Sebaliknya semakin ketidak berfungsian sosial suatu keluarga maka semakin tinggi tingkat kenakalan remajanya (perilaku menyimpang yang dilakukanoleh remaja. Berdasarkan kenyataan di atas, maka untuk memperkecil tingkat kenakalan remaja ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu meningkatkan keberfungsian sosial keluarga melalui program-program kesejahteraan sosial yang berorientasi pada keluarga dan pembangunan social yang programnya sangat berguna bagi pengembangan masyarakat secara keseluuruhan Di samping itu untuk memperkecil perilaku menyimpang remaja dengan memberikan program-program untuk mengisi waktu luang, dengan meningkatkan program di tiap karang taruna. Program ini terutama diarahkan pada peningkatan sumber daya manusianya yaitu program pelatihan yang mampu bersaing dalam pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan.

Masngudin HMS, adalah peneliti pada Puslitbang UKS, Badan Latbang Sosial Departemen Sosial RI.

Daftar Pustaka

Achlis, 1992, Praktek Pekerjaan Sosial I, STKS , Bandung

Eitzen, Stanlen D, 1986, Social Problems, Allyn and Bacon inc, Boston, Sydney, Toronto

Gunarsa Singgih D at al, 1988, Psikologi Remaja, BPK Gunung Mulya, Jakarta

Kartini Kartono,1986, Psikologi Sosial 2, Kenakalan Remaja, Rajawali, Jakarta

Kaufman, James, M, 1989, Characteristics of Behaviour Disorders of Children and Youth, Merril Publishing Company, Columbus, London, Toronto

Nazir, Moh, 1985, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta

Sartono, Suwarniyati, 1985, Pengukuran Sikap Masyarakat terhadap Kenakalan Remaja di DKI Jakarta, laporan penelitian, UI, Jakarta

Soerjono Soekanto, 1988, Sosiologi Penyimpangan, Rajawali, Jakarta


Kenakalan Remaja Dimulai dari Keluarga

aman sekarang, sering kali kita mendengarbanyak remaja-remaja yang terlibat dalam kenakalan remaja, seperti perkelahian,narkoba, sex bebas sampai masalah paling parah, seperti tindakan kriminal. Pernahkahkita menyadari bahwa kenakalan yang ditimbulkan oleh para remaja, selain adalahtanggung jawab dari remaja itu sendiri, juga merupakan tanggung jawab orang-orangdan lingkungan di sekitar mereka?

Banyak faktoryang menjadi pencetus dari kenakalan remaja. Salah satu yang akan dibahas ini adalah kenakalanremaja yang berkaitan dengan keluarga. Keluargamerupakan sosialisasi manusia yang terjadi pertama kali sejak lahir hinggaperkembangannya menjadi dewasa. Itulah sebabnya sebelum berlanjut kepadakenakalan remaja yang disebabkan oleh faktor yang lebih banyak lagi maka akanlebih baik kita mulai memperhatikan dari permasalahan yang paling mendasaryaitu keluarga.

Keluarga dapat dibagi menjadibermacam-macam, seperti keluarga inti, keluarga besar, dan lain-lain. Tetapidalam bayangan kita, lebih sering kita mendeskripsikan keluarga dengan gambarankeluarga inti yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan saudara kandung. Secaraidealnya, keluarga adalah ayah dan ibu yang bersatu dan bahu membahu dalammendidik dan membimbing anaknya dalam masa pertumbuhan dan perkembangan. Ayahdan ibu adalah panutan anak sejak kecil hingga remaja dan hal tersebut akan berlangsungterus menerus sampai mereka memiliki anak lagi dan berlanjut terus seperti ini.Peran keluarga sangat penting bagi sosialisasi anak dimasa perkembangannya.Berikut adalah peran keluarga :

1. Keluarga merupakan kelompokterkecil dimana anggotanya berinteraksi secara tetap.

2. Terdapat hubungan emosional yang kuatantara orangtua dan anak.

3. Hubungan sosial yang terjadirelatif tetap.

Berdasarkanteori perkembangan fisik, remaja dibagi menjadi remaja awal dan remaja akhir.Remaja awal dimulai dari usia 13-17 tahun sedangkan remaja akhir dimulai dari usia18-19 tahun. Yang disebut sebagai kenakalan remaja adalah kenakalan yangterjadi pada kategori umur remaja, dimana remaja melanggar norma-norma baik,terutama norma hukum dan norma sosial.

Gejala-gejalayang dapat dilihat pada anak yang mengalami kenakalan remaja adalah :

1. Anak tidak disukai teman-temannyasehingga bersikap menyendiri.

2. Anak sering menghindar dari tanggungjawab mereka di rumah dan di sekolah.

3. Anak sering mengeluh kalau merekamemiliki permasalahan yang mereka sendiri tidak bisa selesaikan.

4. Anak mengalami phobia atau gelisahyang berbeda dengan orang-orang normal.

5. Anak jadi suka berbohong.

6. Anak suka menyakititeman-temannya.

7. Anak tidak sanggup memusatkanperhatian.

Pengaruh keluarga terhadapkenakalan remaja bisa disebabkan dari berbagai hal :

1. Keluarga yang broken home

Keluarga yang broken home bisa digambarkanseperti orangtua yang berpisah, seperti bercerai atau terjadi perang dingindalam keluarga. Pada masa remaja terutama remaja awal merupakan fase dimanateman sebaya sangat penting baginya. Pada periode ini juga sering terbentuk kelompokatau lebih dikenal dengan sebutan gang.Idealisme mereka sangat kuat dan identitas diri mulai terbentuk dengan emosi yanglabil. Dalam fase ini, orangtua sangat berperan dalam mengawasi anak-anaknyadalam bergaul dan menuntun mereka dalam menjalani hidup supaya tidak salahbergaul dengan teman-teman yang dapat menjerumuskan mereka. Keluarga bagaikanvital mereka sebagai pedoman dalam hidup. Bila mereka kehilangan pedoman hidupmereka ini maka mereka akan susah untuk melewati masa kritis dalam hidupmereka. Masa kritis tersebut diwarnai oleh konflik-konflik internal, pemikirankritis, perasaan mudah tersinggung, dan cita-cita serta keinginan yang tinggitetapi sulit untuk diwujudkan sehingga menimbulkan stress dan frustasi. Masalahkeluarga yang broken home ini menjadi akar dari permasalahan anak-anak.Keluarga merupakan dunia keakraban dan didalamnya terdapat tali batin yangmerupakan vital dalam hidup.

2. Pendidikan yang salah

Sikap memanjakan anak-anakmerupakan cinta kasih orangtua yang berlebihan bagi anak-anak. Sering kali halitu disebabkan anak tersebut merupakan anak tunggal atau karena kurangnya perhatianyang didapat oleh orangtuanya dulu sehingga dipuaskan kepada anak-anak mereka. Jugadapat disebabkan oleh rasa bersalah orangtua kepada anak yang disebabkan orangtuaterlalu sibuk dengan pekerjaan atau overactive ataupun penyebab lainnya. Perlukita ingat kembali bahwa keluarga adalah kehidupan dimana seorang anak pertamakali berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan. Oleh sebab itu, pendidikandalam keluarga sangatlah penting untuk menjadi dasar dan arah anak mencapaikedewasaan mereka yang menuntut tanggung jawab. Anak adalah generasi muda yangnantinya akan meneruskan generasi tua sehingga pendidikan sangatlah perlu untukdiperhatikan dan ditekankan.

Pendidikan yang baik tentunyatidak menjadi masalah, tetapi bagaimana dengan pendidikan yang salah? Tentunyapendidikan yang salah akan menjadi masalah nantinya. Terdapat 2 cara mendidikyaitu: cara otoriter dan cara demokratis. Caraotoriter adalah cara mendidik yang lebih ke arah memimpin sedangkan cara demokratis adalah cara mendidikyang lebih ke arah memberikan kebebasan. Tentu saja kedua cara tersebutterdapat kelebihan dan kekurangan. Seorang anak juga perlu diberi pendidikanagama untuk mengarahkan mereka menghindari perbuatan-perbuatan yang tidakterpuji.

Pengendalianuntuk kenakalan remaja dapat dilakukan dengan bersikap preventif dan bersifatrepresif. Anak-anak perlu ditanamkan sikap disiplin oleh orangtua, diberikankasih sayang dan rasa keamanan bagi anak, serta orangtua dapat menjadi sahabatbagi anak. Sebaiknya orangtua tidak bersikap terlalu overprotective. Akantetapi anak perlu diberikan kebebasan untuk memilih apa yang dia suka dan tidakdia suka karena dengan berjalannya waktu, anak juga dituntut untuk bersikapdewasa dan bertanggung jawab terhadap hidup dan pilihan mereka. Oleh sebab itu,orangtua perlu membiasakan diri untuk memberikan pengertian terhadap dirimereka dan percaya kepada anak-anaknya. Tentu saja, orangtua juga tidak bolehmemberikan kebebasan yang berlebihan, tetapi tetap menjadi pengawas dan gurubagi mereka untuk mengarahkan mereka ke jalan yang benar apabila arah merekaterlihat melenceng/tak sesuai.

Orangtua jugadapat terlibat dalam organisasi sosial yang bertujuan menanggulangi kenakalanremaja. Dengan banyak ikut serta dan mengenal kehidupan remaja, orangtua dapat menjadisahabat yang baik bagi anak-anaknya serta dapat menjadi tempat berkeluh kesahdan menjadi sesepuh bagi sang anak. Dengan menanamkan arti kepercayaan, hubungancinta dan rasa tenteram dalam keluarga antara anak dan orangtua akan tercipta, sertaakhirnya bisa turut mengurangi kenakalan remaja.

Ingatlahselalu bahwa generasi muda adalah penerus bangsa dan negara. Tentu saja biladisuruh memilih, semua ingin menjadi anak yang memiliki nilai yang tinggi bagidiri sendiri, keluarga, masyarakat, dan negara. Bagi generasi muda, apakah kitamau menjadi anak yang dihargai oleh orang lain atau anak yang dinilai nakal sehinggasering dimarahi? INGAT!! Pilihan hidup ada di tangan kita sendiri danjalan hidup akan dijalankan oleh kita sendiri juga. Oleh sebab itu, janganlah sampaisalah langkah.

Daftar Pustaka :

· Dr.dharmady agus, SpKJ. 2003. Siklus kehidupan dan perkembangan individu. Jakarta: Fakultaskedokteran universitas katolik atmajaya.

· www.library.usu.ac.id

· www.radarbanjarmasin.com

· www.whandi.net

Sumber :

1. http://www.tanyadokteranda.com/artikel/2008/06/kenakalan-remaja-dimulai-dari-keluarga


Mengenal tentang kenakalan remaja

1.PENGARUH KAWAN SEPERMAINAN

Kenakalan remaja, memiliki banyak kawan adalah merupakan satu bentuk prestasi tersendiri. Makin banyak kawan, makin tinggi nilai mereka di mata teman-temannya. Apalagi mereka dapat memiliki teman dari kalangan terbatas. Misalnya, anak orang yang paling kaya di kota itu,anak pejabat pemerintah setempat bahkan mungkin pusat atau pun anak orang terpandang lainnya. Dijaman sekarang, pengaruh kawan bermain ini bukan hanya membanggakan si remaja saja tetapi bahkan juga pada orang tuanya. Orang tua juga senang dan bangga kalau anaknya mempunyai teman bergaul dari kalangan tertentu tersebut. Padahal, kebanggaan itu adalah semu sifatnya. Malah kalau tidak dapat dikendalikan, pergaulan itu akan menimbulkan kekecewaan nantinya dan mungkin saja anak menjadi frustasi. Apabila timbul frustasi, maka remaja kemudian akan melarikan rasa kekecewaannya itu pada narkotik, obat terlarang dan lain sebagainya. Pengaruh kawan ini memang cukup besar.

Untuk menghindari masalah yang akan timbul akibat pergaulan, selain mengarahkan untuk mempunyai teman bergaul yang sesuai, orangtua hendaknya juga memberikan kesibukan dan mempercayakan sebagian tanggung jawab rumah tangga kepada si remaja. Pemberian tanggung jawab ini hendaknya tidak dengan pemaksaan maupun mengada-ada. Berilah pengertian yang jelas dahulu, sekaligus berilah teladan pula. Sebab dengan memberikan tanggung jawabdalam rumah akan dapat mengurangi waktu anak kluyuran tidak karuan dan sekaligus dapat melatih anak mengetahui tugas dan kewajiban serta tanggung jawab dalam rumah tangga.

2.  PENDIDIKAN

Memberikan pendidikan yang sesuai adalah mreupakan salah satu tugas orang tua kepada anak yang harus dikerjakan dengan baik. Agar anak dapat memperoleh pendidikan yang sesuai, pilihlah sekolah yang bermutu. Selain itu, perlu dipikirkan pula latar belakang agama pengelola sekolah. Orang tua hendaknya membantu memberikan pengarahan agar masa depan si anak berbahagia. Arahkanlah agar anak memilih jurusan sesuai dengan kesenangan dan bakat anak, bukan semata-mata karena kesenangan orang tua. Masih sering terjadi dalam masyarakat, orang tua yang memaksakan kehendaknya agar di masa depan anaknya memilih profesi tertentu yang sesuai dengan keinginan orangtua. Pemaksaan ini tidak jarang justru akan berakhir dengan kekecewaan. Sebab, meski memang ada sebagian anak yang berhasil mengikuti kehendak orangtuanya tersebut, tetapi tidak sedikit pula yang kurang berhasil dan kemudian menjadi kecewa, frustasi dan akhirnya tidak ingin bersekolah sama sekali.

3. PENGGUNAAN WAKTU LUANG

Kegiatan di masa remaja sering hanya berkisar pada kegiatan sekolah dan seputar usaha menyelesaikan urusan di rumah, selain itu mereka bebas, tidak aada kegiatan. Apabila waktu luang tanpa kegiatan ini terlalu banyak, pada si remaja akan timbul gagasan untuk mengisi waktu luangnya dengan berbagai bentuk kegiatan. Apabila si remaja melakukan kegiatan yang positif, hal ini tidak akan menimbulkan masalah. Namun, jika ia melakukan kegiatan yang negative maka lingkungan dapat terganggu. Seringkali perbuatan negative ini hanya terdorong rasa iseng saja. Oleh karena itu, orang tua hendaknya memberikan pengarahan yang berdasarkan cinta kasih bahwa sikap iseng negative seperti itu akan merugikan dirinya sendiri, orangtua, maupun lingkungannya. Dalam memberikan pengarahan, orangtua hendaknya hanya membatasi keisengan mereka. Jangan terlalu ikut campur dengan urusan remaja. Mengisi waktu luang selain diserahkan kepada kebijaksanaan remaja,ada baiknya pula orangtua ikut memikirkannya pula. Orang tua jangan hanya tersita oleh kesibukan sehari-hari.

4.UANG SAKU

Orangtua hendaknya memberikan teladan untuk menanamkan pengertian bahwa uang hanya dapat diperoleh dengan kerja dan keringat. Remaja hendaknya dididik agar dapaat menghargai nilai uang. Mereka dilatih agar mempunyai sifat tidak suka memboroskan uang tetapi juga tidak terlalu kikir. Pemberian uang saku kepada remaja memang tidak dapat dihindarkan. Namun, sebaiknya uang saku diberikan dengan dasr kebijaksanaan. Jangan berlebihan. Namun uang saku diberikan dengan dasar kebijaksanaan. Jangan berlehihan.

5.PERILAKU SEKSUAL

Pada saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang menguatirkan. Para remaja dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Dalam menghadapi masalah pergaulan bebas antar jenis di masa kini, orangtua hendaknya memberikan bimbingan pendidikan seksual secara terbuka, sabar, dan bijaksana kepada para remaja. Remaja hendaknya diberi pengarahan tentang kematangan seksual serta segala akibat baik dan buruk dari adanya kematangan seksual. Orangtua hendaknya memberikan teladan dalam menekankan bimbingan serta pelaksanaan latihan kemoralan yang sesuai dengan ajaran agama. Dengan demikian, mereka akan menghindariperbuatan yang tidak boleh dilakukan dan melaksanakan perbuatan yang harus dilakukan.

KENAKALAN REMAJA DIMULAI DARI KELUARGA

Banyak factor yang menjadi pencetus dari kenakalan remaja. Salah satu yang akan dibahas ini adalah kenakalan remaja yang berkaitan dengan keluarga. Keluarga merupakan sosialisasi manusia yang terjadi pertama kali sejak lahir hingga perkembangannya menjadi dewasa. Itulah sebabnya sebelum berlanjut kepada kenakalan remaja yang disebabkan oleh factor yang lebih banyak lagi maka akan lebih baik kita mulai memperhatikan dari permasalahan yang paling mendasar yaitu keluarga.

SOLUSINYA: MELEPASKAN DARI KEJAHATAN


Disengage does not mean to ignore the emotional needs of our children.

Memisahkan tidak berarti untuk mengabaikan kebutuhan emosional anak-anak kita. But now, you know exactly what is going on. Tetapi sekarang, Anda tahu persis apa yang sedang terjadi. You are disengaging from the child’s mischief and misbehavior, not from them as a person. You are choosing to behave appropriately in the reality of the situation. Anda disengaging anak dari kerusakan dan kelakuan buruk, tidak dari mereka sebagai orang. Anda memilih untuk bersikap tepat dalam kenyataan dari situasi.After you have disengaged from the child’s mischief, you will feel relief from the tension, pressure and stress of the moment. Setelah dipisahkan dari anak kerusakan, Anda akan merasa bantuan dari ketegangan, tekanan dan tekanan saat. You will feel in control, liberated, mature and secure within your own self. Anda akan merasa di kontrol, liberated, dewasa dan aman dalam diri Anda sendiri. You will not take the child’s behavior “personally” as if it was a true reflection of your own worth as a parent, and as a human being. Anda tidak akan mengambil anak perilaku “personal” seperti ini sebenarnya cerminan dari Anda sendiri sebagai orang tua bernilai, dan sebagai manusia. You will feel appropriately responsible and competent to handle the situation. Anda akan merasa bertanggung jawab dengan tepat dan kompeten untuk menangani situasi. The more you practice disengaging from the child’s mischief, the better you will become at it, the more the child will respect you — and the more you will respect yourself! Semakin Anda praktek disengaging dari anak kerusakan, semakin baik anda akan menjadi setianya, lebih banyak anak akan menghormati Anda – dan Anda akan lebih menghormati diri sendiri!

DAFTAR PUSTAKA

1. Judul  : Mengenal Tentang Kenakalan remaja

Alamat  :http://h4b13.wordpress.com/2008/01/14/hal-hal-yang-mempengaruhi-timbulnya-kenakalan-remaja/

Penulis : h4b13’s Weblog

2. Judul  : Kenakalan Remaja Dimulai dati Keluarga

Alamat : http://www.tanyadokteranda.com/artikel/2008/06/kenakalan-remaja-dimulai-dari-keluarga

Penulis : TanyaDokterAnda

3. Judul : Anger Toolkit

Alamat : http://www.angermgmt.com

Penulis : –

Sumber :

1. http://budifajri.wordpress.com/2008/10/26/mengenal-tentang-kenakalan-remaja/


PERILAKU REMAJA ZAMAN SEKARANG

KLO berani satu lawan satu! Itu ungkapan spontan yang dikeluarkan para remaja sebelum tawuran antar-pelajar, mahasiswa, bahkan pejabat teras ataupun aksi yang kini marak dikategorikan sebagai tindakan premanisme. Di antara ungkapan itu, ada persamaan yang jelas terlihat. Pelaku yang terlibat umumnya kaum adam. Jelas, jika ungkapan itu sangat lazim diucapkan. Tapi persamaan lainnya, mereka umumnya golongan remaja. Tapi bagaimana jika pelakunya kaum hawa? Yang menarik dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang mereka mengeluarkan ucapan yang sering dilontarkan oleh kaum adam, kaum hawa yang konon sering dikategorikan sebagai kaum yang lemah!

Sebenarnya itu bukan hal baru . bahkan diantara banyak kasus Penganiayaan itu lebih beken disebut salah satu tindakan penggencetan. Penggencetan itu sendiri tidak hanya dilakukan dengan kontak fisik, tapi bisa hanya dengan teguran keras, atau teror lewat sms atau media lainnya.

Tidak bisa dipungkiri, hal itu sudah menjadi tradisi dari senior kepada junior yang dilakukan karena banyak alasan. Mulai dari alasan yang jelas sampai alasan yang lucunya tidak disebutkan si senior sampai kapanpun! Ya.. seperti tayangan di sinetron remaja yang lagi “in” sekarang ini!

Perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Kenakalan remaja dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam dua jenis delikuensi, yaitu situasional dan sistematik.

Pada delikuensi situsional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang mengharuskan mereka untuk berkelahi. Sedangkan pada delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada dalam satu geng atau organisasi. Di sini ada norma, aturan, dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti anggota termasuk berkelahi.

Sebagai anggota mereka bangga melakukan apa yang diharapkan. Kejadian itu berkaitan dengan emosinya yang dikenal dengan masa strom dan stress. Dipengaruhi lingkungan tempat tinggal, keluarga, dan teman sebaya serta semua kegiatan sehari-hari.

Memotivasi diri

Goleman (1997) mengatakan, koordinasi suasana hati inti dari hubungan sosial yang baik. Seorang yang pandai menyesuaikan diri atau dapat berempati, ia memiliki tingkat emosionalitas yang baik. Kecerdasan emosional lebih untuk memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa.

Lima wilayah kecerdasan emosional sebagai pedoman setiap individu, untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan sehari-hari. Yakni mengenali emosi, kesadaran diri dalam mengenali perasaan ketika perasaan itu terjadi sebagai dasar kecerdasan emosi, sehingga kita bisa peka pada perasaan sesungguhnya dan tepat dalam pengambilan keputusan masalah.

Mengelola emosi, berarti menangani perasaan agar perasaan terungkap dengan tepat memotivasi diri mengenali emosi orang lain empati atau mengenal emosi orang lain, dibangun berdasar pada kesadaran diri. Orang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan emosi sendiri, dapat dipastikan tidak akan mampu menghormati perasaan orang lain.

Membina hubungan dengan orang lain, sebagai makluk sosial, individu dituntut dapat menyelesaikan masalah dan mampu menampilkan diri, sesuai aturan yang berlaku. Karena itu remaja agar memahami dan mengembangkan keterampilan sosialnya.

Kegagalan remaja dalam menguasai keterampilan sosial akan menyebabkan ia sulit meyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Sehingga timbul rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku normatif (misalnya, asosial ataupun anti-sosial). Bahkan lebih ekstrem biasa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan, dsb.

Beberapa aspek yang menuntut keterampilan sosial (dalam Davis dan Forsythe, 1984). Yaitu keluarga, hal yang paling penting diperhatikan orang tua, menciptakan suasana demokratis dalam keluarga. Sehingga remaja dapat menjalin komunikasi yang baik dengan orang tua dan saudara.

Lingkungan, pengenalan lingkungan lebih luas dari keluarga. Kepribadian, diberikan penanaman sejak dini, nilai-nilai yang menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa mendasarkan pada hal fisik seperti materi dan penampilan. Rekreasi, pergaulan dengan lawan jenis, pendidikan, persahabatan dan solidaritas kelompok.

Remaja diajarkan lebih memahami diri sendiri (kelebihan dan kekurangannya), agar ia mampu mengendalikan dirinya. Sehingga dapat bereaksi secara wajar dan normatif, dibiasakan untuk menerima orang lain, tahu dan mau mengakui kesalahannya.

Dengan cara itu remaja tidak akan terkejut menerima kritik atau umpan balik dari sekitar, mudah bersosialisasi, memiliki solidaritas tinggi, diterima di lingkungan lain. Sehingga akan mampu membantu menemukan dirinya sendiri dan mampu berperilaku sesuai norma yang berlaku.

Sumber :

1. http://h4b13.wordpress.com/2008/01/14/perilaku-remaja-zaman-sekarang/